waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
- dikutip dari sajak Sapardi Djoko Damono yang berjudul 'Berjalan Ke Barat Waktu Pagi Hari'
berjalan menuju kemenangan, berjalan menuju kebahagiaan. selamat menunaikan ibadah puasa, semoga esok bertemu di hari raya.
(foto diambil dengan kamera pinjaman, di desa Kedung Caluk, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur)
Esok tak perlu kau risaukan hijab model apa yang akan kalian pakai, karena di hadapanNya kita semua sama. | Don't worry about your hijab, in God's eyes we're same all the way.
(foto diambil dengan kamera pinjaman, di desa Kedung Caluk, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur)
realita kehidupan. melihat manusia-manusia yang sedang berada di atas kita, tidak akan ada habisnya untuk bahan pembicaraan, kita akan merasa selalu kurang. cobalah tengok saudara kita yang tidak seberuntung kita. "Pandai-pandailah bersyukur", seseorang menulis di blognya.
(foto diambil dengan kamera pinjaman di desa kedung caluk, kraksaan, kabupaten Probolingo)
Meski beberapa hari lalu saya
menghabiskan waktu menjadi hardcore backpacker di Yogyakarta. Tulisan saya kali
ini bukan tentang destinasi wisata atau cara bertahan hidup semurah-murahnya.
Namun sebuah pikiran yang harus disalurkan, tentang fenomena di kalangan pemuda
jaman digital.
(**)
Saya
agak gerah dengan bertebarannya screenshoot
ucapan-ucapan selamat yang menunjukkan status peserta dari suatu seleksi
perguruan tinggi. Mungkin bukan hanya beberapa hari ini saja,
sebelum-sebelumnya saya juga terusik dengan fenomena ini. Maaf, bukannya saya
mau sok tidak terima atau ingin menyerang. Ijinkan tulisan ini merdeka dengan
pemikiran saya. Pembaca merasa tidak cocok, mohon bacalah tulisan ini hingga
selesai.
(**)
salah
satu screenshoot, namun dalam keadaan sudah diedit guna menghibur penduduk
sosmed (sumber : https://www.facebook.com/imam.alfauzul)
|
“Selamat
anda diterima di universitas blah blah blah !”. sebuah tulisan yang keluar
untuk peserta-peserta seleksi perguruan tinggi. Entah itu jalur undangan, tulis
ataupun mandiri. Lalu seseorang yang beruntung mendapat mantra ajaib itu take a capture dan menguploadnya di akun sosmednya. Satu
pertanyaan yang muncul dari saya, untuk apa seperti itu?. Dunia harus tau?
Tidak perlu. Apa? Ada yang bilang wujud bersyukur ? silahkan dipikir pakai
perasaan. Atau sampai disni pembaca mulai bertanya saya sedang kuliah
dimana atau diterima dimana lewat jalur apa dan sekarang sedang menyandang
atribut apa, nonsense!
Mari
kita telaah satu persatu dari pertanyaan saya. ‘Dunia harus tau?’ saya menjawab
tidak perlu. Saya ingin kembali bertanya kepada mereka yang telah meng upload, untuk apa coba “orang-orang” di
sosmed tau informasi pribadi tentang kita, orang-orang yang belum tentu kenal
baik dengan kita, orang-orang yang belum tentu kita kenal, orang-orang yang
tidak tau siapa kita sebenarnya, apa orang-orang seperti itu harus tau? Tidak.
Saya heran, kenapa senang sekali kehidupannya di korek-korek, kenapa senang
sekali mengkorek-korek kehidupannya sendiri. Tidak penting pula. Ada hal yang
lebih baik dilakukan, refleksi diri salah satunya. Jika memang sudah ada tempat
melanjutkan studi setelah SMA, mulailah berpikir kontribusi apa yang akan
dilakukan, hal-hal apa yang akan dilakukan, langkah selanjutnya, atau kiat-kiat
yang lainnya.
Ada
yang bilang mempubilkasikan hal seperti itu sebagai wujud bersyukur. Sungguh
sempit sekali penyampaian rasa bersyukurnya. Masih banyak sekali cara yang bisa
dilakukan untuk mewujudkan rasa bersyukur. Banyak sekali.
Mungkin
dari tulisan ini ada pembaca yang mengira saya tersakiti? Atau mengira saya
hanyalah salah satu orang yang gagal? jika sampai ada pikiran seperti itu,
memang wajar, itu wujud dari keangkuhan. Saya coba meluruskan, pembaca salah
mengartikan.
Saya
bukan orang yang merasa tersakiti dengan melihat gambar-gambar ucapan selamat
dari PTS ataupun PTN (atau tempat studi dengan sebutan yang lain) yang diupload
oleh peserta yang berhasil, meskipun saya yakin ada sekelompok orang
yang tersakiti dengan hal seperti itu. Namun saya merasa ada hal yang ganjal
pada generasi pemuda pada jaman saya ini. Jaman pemudanya yang terlalu
berorientasi pada social media. Atau ada yang mencoba menghubungkan pertanyaan
saya tentang ‘upload’ ini dengan status-status akun sosmed saya yang update tentang tempat-tempat yang telah
saya kunjungi? saya persilahkan untuk melanjutkan membaca.
Ada
hal yang tidak pembaca dapat ketika melakukan upload gambar hasil screenshoot berita gembira tersebut.
Salah satunya adalah kawan sejati. Pembaca akan bisa membedakan mana kawan yang
bangga terhadap diri kita tanpa atribut apapun dan mana yang benar-benar
memandang remeh diri kita tanpa atribut apapun. Teman mana yang berteman dengan
kita atas dasar atribut dan mana yang tidak. Dengan tidak mempublikasikan, saya
yakin kita akan tahu kategori dari teman-teman yang berada di sekitar kita.
Ya,
saya tahu..mungkin mengupload dan mengumumkan ucapan selamat seperti itu ialah
wujud rasa bahagia, yang berlebihan dan tidak tahu tempat. Hanya itu.
Over-happy can make over-showup, saya menyebutnya. Jika memang ingin showup,
publikasilah ke orang-orang terdekat, dengan sewajarnya saja. Jadi bertindaklah
sewajarnya saja, tidak perlu berlebihan. Ya, ya, ya saya tahu mungkin ada yang
mendapatkan ucapan selamat itu dengan susah payah, dunia harus tahu? Hahaha,
saya tertawa dan cobalah kembali lagi ke pertanyaan pertama saya.
Sampai
sini saya masih mencoba menemukan jawaban, dalam rangka apa screenshoot ucapan "selamat" dipublikasikan. Memang,
hidup itu pilihan. Pilihan mereka untuk mempublikasikan diri mereka atau tidak
dan pilihan saya menyelesaikan tulisan ini. pilihan para pembaca
menyelesaikan tulisan ini.
(**)
Saya
terbuka lebar untuk ajakan diskusi tentang fenomena ini.
Mari
berpikir dan selamat melanjutkan perjuangan, kawan. Indonesia Jaya.
loket registrasi |
Sesampainya di tempat yang dimaskud, ketua rombongan ditanya
berapa jumlah tim,setelah itu semua anggota tim diminta untuk masuk ke dalam
ruangan. *Ada apa ya? Hati saya bertanya-tanya*.
“Baik, mari semua ber14 tunjukkan Sleeping Bag dan Tendanya”
seseorang berkata. Sontak saya kaget. Sempat juga sedikit menggerutu karena
memang dalam ilmu packing yang saya pelajari, sleeping bag (SB) berada pada tas
carier bagian paling bawah. Bisa dibayangkan seberapa rempongnya jika benda
satu itu dikeluarkan dari tempat peristirahatannya. ‘Males gila’ batin saya.
Beberapa menit saya tidak mengeluarkan apa yang dimaksud, mungkin saja ada
keringanan, tidak pakai acara mengeluarkan segala dengan begitu tidak perlu
repot repacking tas carrier. Ternyata petugasnya tetap kekeuh, tidak mau tahu
dan pandang bulu (bulu bagian tubuh mana yang akan dipandang ya?).
males gerak saat hendak diperiksa |
Sok mengusut ala detektif…Selesai repacking tas, saya tidak
langsung beranjak pergi dari ruangan tersebut, saya duduk diam di dalam ruangan
sembari memasang daun telinga lebar-lebar alias nguping. Memang kenapa sih
kalau sampai tidak membawa sleeping bag? YA, Saya tahu kalau tidak bawa kita
sendiri yang bakal susah (pengalaman,ada kawan setenda yang tidak membawa,
rewelnya minta ampun), maksud saya disini apa yang petugas bakal lakukan
jikalau ada yang tidak membawa SB, disuruh pulangkah?. Ternyata tidak disuruh
pulang, pengunjung yang tidak membawa peralatan (sleeping bag dan tenda)
‘dianjurkan’ untuk menyewa di desa ranu pani. Wah wah, taktik yang benar-benar
cerdas.
Memang perlatan sangat perlu diperhatikan sebelum melakukan
pendakian, maka persiapkan jauh-jauh hari yaa. Bukannya apa dan gimana, kalian
bisa memangkas biaya sewa peralatan (as you know lah, harga di kawasan wisata
pasti harganya juga ala wisata), hehe.
Terlepas dari rempongnya membongkar isi tas carier dan harga
sewa peralatan di kawasan wisata, terlintas dalam benak saya sebuah pepatah
bahasa Indonesia ‘Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung’. Patuhilah
peraturan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (setelahnya akan disingkat, TNBTS)
telah memberlakukan regulasi baru di tarif tiket masuknya. Saya persilahkan
untuk kaget dengan adanya regulasi baru ini, karena kondisi ini benar-benar
jauh dari sebelumnya. Untuk masuk TNBTS sebelumnya diberlakukan harga sekali
bayar saja dan itu jika melakukan perjalanan ke Gunung Semeru via Lautan Pasir
(yang termasuk TNBTS) atau dalam artian masuk lewat Bromo, tidak
dipermasalahkan lagi untuk biaya masuk (artinya tidak membayar lagi untuk masuk
ke kawasan pendakian Gunung Semeru). Mudahnya, sekali bayar saja. Sekarang
tarifnya benar-benar diperhitungkan. Saya rasa pihak TNBTS benar-benar mengerti
pangsa pasarnya, atau bisa saja pihak TNBTS telah merekrut marketer handal guna
menyusun strategi penetapan harga dan juga menganilisis SWOTnya, hehe.
Saat ini tarif masuk menjadi 17,500 rupiah di hari kerja (tanggal hitam)
dan 22,500 rupiah di hari libur (tanggal merah), kenaikan yang cukup berasa.
Apalagi kini tarifnya dikenakan perhari selama pengunjung berada di kawasan
pendakian gunung Semeru, benar-benar merogoh kocek bukan?! karena seperti
menginap di hotel saja. Mari perhitungkan paling tidak membutuhkan 4 hari untuk
pendakian santai, harus sedia 70,000 rupiah jika pendakian dilakukan di hari
kerja. Itu saja belum biaya tetek bengek lainnya, seperti
transportasi-logistik-sewa peralatan camping (jika tidak punya)-merchandise.
Biaya yang kita bayarkan sekian-sekian rupiah tersebut guna perawatan dan
pengembangan kawasan TNBTS. Jangan khawatir, kawan. (yang penting, sampahnya
jangan ditinggal di gunung ya !! *sekilas nasihat*)
Ehm, ketika sudah tahu biaya yang dibutuhkan tidak sedikit, apa iya
masih mau main ke Semeru? Faktanya, seminggu yang lalu Ranu Kumbolo ramainya
bak alun-alun kota. Tidak bisa dipungkiri tarif yang berubah tidak mempengaruhi
jumlah pengunjung.
alun-alun Ranu Kumbolo |
Buat petualangan kok hitung-hitung? Uang bisa dicari tapi kesempatan tidak datang dua kali. Berhentilah sibuk menghitung uang, mari menabung dan mulailah melangkah... :)
Ketika ingin explore Indonesia,
kita nggak bakal kehabisan kepingan-kepingan tempat yang menakjubkan, mungkin
yang ada kita yang kekurangan waktu untuk lihat Indonesia karena sibuk dengan
dunia-dunia yang kita kejar. Ehm, salah satu tempat menakjubkannya ialah Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru, yang menyimpan banyak potensi. Seperti bukit
teletabisnya bak tempat shooting the lord the rings, seeing sunrise you’ll
never forget (via penanjakan), dan yang paling menguji ketahanan adalah reach
the peak of Mt. Semeru.
Peak of Mt. Semeru, called 'Mahameru' |
Gunung Semeru memiliki puncak yang bernama Puncak Mahameru
(3676 mdpl). Tanah tertinggi di pulau jawa. Jika benar-benar ingin hardcore hiking,kita bisa meraih
puncak 10 jam dari titik mulai Ranu Pani. Saya nggak kebayang bagaimana kuatnya
mental dan fisik orang yang mampu meraih puncak tersebut dengan durasi waktu sekian.
Saya sendiri menyusun rencana 4 hari perjalanan, karena
memang ingin santai..itu saja masih berasa capeknya (ketika sampai rumah). Feel tired is nothing for this journey. Banyak suguhan alam yang membuat kita
merasa beruntung diberi kesempatan melihatnya.
Taburan bintang di ranu kumbolo,salah satunya.
Ranu kumbolo ialah tempat yang tepat untuk mendirikan tenda
sebagai pos peristirahatan sebelum melanjutkan perjalanan. Ketika sudah fresh,
dianjurkan untuk menghadapi tanjakan cinta…karena di tanjakan ini, lumayan menguras tenaga layaknya bercinta
Setelah melewati tanjakan cinta, akan diberi suguhan padang
yang luas bernama Oro-oro ombo. Dalam bahasa Indonesia oro-oro ombo mempunyai arti padang rumput yang luas.
Dalam perjalanan kita bakal menemui berbagai bentuk medan
pendakian. Tanjakan demi tanjakan, cuaca yang tidak mendukung,dan kawan
seperjalan yang beraneka ragam karakter akan mengikis semangat, namun
bermodalkan ‘tabah sampai berhasil’ saya mampu melihat atap tanah jawa. Mencoba
meraih langit dan menangkap awan.
tired face |
Berangkat dari Kalimati (the last spot camp before reach the
peak)pukul 01.00 dini hari, membuat saya sedikiti kantuk. Ketika perjalanan
saja, saya sempat-sempatnya tidur. Pastinya dengan posisi kemiringan 45
derajat.
muka bangun tidur |
Finally, I reach the peak ! Mahameru, Puncak Para Dewa.
And, I go home.