Publikasi, Omong Kosong.

8:48:00 AM


Meski beberapa hari lalu saya menghabiskan waktu menjadi hardcore backpacker di Yogyakarta. Tulisan saya kali ini bukan tentang destinasi wisata atau cara bertahan hidup semurah-murahnya. Namun sebuah pikiran yang harus disalurkan, tentang fenomena di kalangan pemuda jaman digital.
(**)
Saya agak gerah dengan bertebarannya screenshoot ucapan-ucapan selamat yang menunjukkan status peserta dari suatu seleksi perguruan tinggi. Mungkin bukan hanya beberapa hari ini saja, sebelum-sebelumnya saya juga terusik dengan fenomena ini. Maaf, bukannya saya mau sok tidak terima atau ingin menyerang. Ijinkan tulisan ini merdeka dengan pemikiran saya. Pembaca merasa tidak cocok, mohon bacalah tulisan ini hingga selesai.
(**)
salah satu screenshoot, namun dalam keadaan sudah diedit guna menghibur penduduk sosmed (sumber : https://www.facebook.com/imam.alfauzul)
“Selamat anda diterima di universitas blah blah blah !”. sebuah tulisan yang keluar untuk peserta-peserta seleksi perguruan tinggi. Entah itu jalur undangan, tulis ataupun mandiri. Lalu seseorang yang beruntung mendapat mantra ajaib itu take a capture dan menguploadnya di akun sosmednya. Satu pertanyaan yang muncul dari saya, untuk apa seperti itu?. Dunia harus tau? Tidak perlu. Apa? Ada yang bilang wujud bersyukur ? silahkan dipikir pakai perasaan. Atau  sampai disni pembaca mulai bertanya saya sedang kuliah dimana atau diterima dimana lewat jalur apa dan sekarang sedang menyandang atribut apa, nonsense!

Mari kita telaah satu persatu dari pertanyaan saya. ‘Dunia harus tau?’ saya menjawab tidak perlu. Saya ingin kembali bertanya kepada mereka yang telah meng upload, untuk apa coba “orang-orang” di sosmed tau informasi pribadi tentang kita, orang-orang yang belum tentu kenal baik dengan kita, orang-orang yang belum tentu kita kenal, orang-orang yang tidak tau siapa kita sebenarnya, apa orang-orang seperti itu harus tau? Tidak. Saya heran, kenapa senang sekali kehidupannya di korek-korek, kenapa senang sekali mengkorek-korek kehidupannya sendiri. Tidak penting pula. Ada hal yang lebih baik dilakukan, refleksi diri salah satunya. Jika memang sudah ada tempat melanjutkan studi setelah SMA, mulailah berpikir kontribusi apa yang akan dilakukan, hal-hal apa yang akan dilakukan, langkah selanjutnya, atau kiat-kiat yang lainnya.

Ada yang bilang mempubilkasikan hal seperti itu sebagai wujud bersyukur. Sungguh sempit sekali penyampaian rasa bersyukurnya. Masih banyak sekali cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan rasa bersyukur. Banyak sekali.

Mungkin dari tulisan ini ada pembaca yang mengira saya tersakiti? Atau mengira saya hanyalah salah satu orang yang gagal? jika sampai ada pikiran seperti itu, memang wajar, itu wujud dari keangkuhan. Saya coba meluruskan, pembaca salah mengartikan.

Saya bukan orang yang merasa tersakiti dengan melihat gambar-gambar ucapan selamat dari PTS ataupun PTN (atau tempat studi dengan sebutan yang lain) yang diupload oleh peserta yang berhasil,  meskipun saya yakin ada sekelompok orang yang tersakiti dengan hal seperti itu. Namun saya merasa ada hal yang ganjal pada generasi pemuda pada jaman saya ini. Jaman pemudanya yang terlalu berorientasi pada social media. Atau ada yang mencoba menghubungkan pertanyaan saya tentang ‘upload’ ini dengan status-status akun sosmed saya yang update tentang tempat-tempat yang telah saya kunjungi? saya persilahkan untuk melanjutkan membaca.

Ada hal yang tidak pembaca dapat ketika melakukan upload gambar hasil screenshoot berita gembira tersebut. Salah satunya adalah kawan sejati. Pembaca akan bisa membedakan mana kawan yang bangga terhadap diri kita tanpa atribut apapun dan mana yang benar-benar memandang remeh diri kita tanpa atribut apapun. Teman mana yang berteman dengan kita atas dasar atribut dan mana yang tidak. Dengan tidak mempublikasikan, saya yakin kita akan tahu kategori dari teman-teman yang berada di sekitar kita.

Ya, saya tahu..mungkin mengupload dan mengumumkan ucapan selamat seperti itu ialah wujud rasa bahagia, yang berlebihan dan tidak tahu tempat. Hanya itu. Over-happy can make over-showup, saya menyebutnya. Jika memang ingin showup, publikasilah ke orang-orang terdekat, dengan sewajarnya saja. Jadi bertindaklah sewajarnya saja, tidak perlu berlebihan. Ya, ya, ya saya tahu mungkin ada yang mendapatkan ucapan selamat itu dengan susah payah, dunia harus tahu? Hahaha, saya tertawa dan cobalah kembali lagi ke pertanyaan pertama saya. 

Sampai sini saya masih mencoba menemukan jawaban, dalam rangka apa screenshoot ucapan "selamat" dipublikasikan. Memang, hidup itu pilihan. Pilihan mereka untuk mempublikasikan diri mereka atau tidak dan pilihan saya menyelesaikan tulisan ini. pilihan para pembaca menyelesaikan tulisan ini.
(**)
Saya terbuka lebar untuk ajakan diskusi tentang fenomena ini.
Mari berpikir dan selamat melanjutkan perjuangan, kawan. Indonesia Jaya.

You Might Also Like

1 komentar

  1. Ini hanya masalah perbedaan pandangan dalam menyikapi sesuatu, atau masalah perbedaan gaya hidup, atau bahkan sama sekali bukan masalah. Kalau perspektif pria yg glossy, ia gak akan mau kehidupannya begitu murah untuk diketahui org lain, stay exclusive huh? Hehehe

    BalasHapus

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)