Srawung Sugeng
12:03:00 PM
Ada saja yang bisa membuat kita
belajar. Entah itu benda, peristiwa atau pun seseorang.
Pada suatu waktu saya sedang
berkunjung ke Togamas Petra Surabaya. Bukan kunjungan saya yang pertama kali,
tentu saja. Bedanya saat itu saya sedang berkunjung seorang diri. Toko buku ini
terletak di jalan Pucang, Surabaya.
Sesampainya saya di area parkir sepeda
motor, kepala saya melongok ke arah pintu keluar. Orang yang saya cari sedang
bertugas malam itu. Saya berkeliling ke toko buku dulu sembari mencari-cari
buku yang akan saya beli.
Sepulangnya. Sesampainya di pintu
keluar, saya sengaja berhenti lebih lama saat mengembalikan karcis parkir. Saya
mencoba berbicara kepada orang itu bahwa saya ingin mengganggu waktunya.
Sosok bapak yang saya perkirakan
berumur 40an itu, merupakan sosok yang mencuri perhatian saya di setiap
kunjungan saya ke Togamas Petra. Senyumnya yang sangat ramah, sapaannya kepada para pengunjung yang hendak meninggalkan
area Togamas, pertanyaan ‘sudah nemu buku yang dicari?’ darinya, dan rasa terima
kasihnya yang terasa tulus, membuat saya begitu tertarik untuk
berbincang-bincang dengannya. Saya merasa ada sesuatu tidak biasa dari jalan
hidupnya. Hingga pada akhirnya di akhir
bulan Januari kemarin, saya bisa merealisasikannya.
Pertama kali ia memperkenalkan
dirinya dan bertanya siapa saya. Ia selalu menyelipkan kata maaf setiap percakapan
kami terganggu, saya merasa seharusnya saya yang minta maaf karena menganggu
waktunya bekerja.
Namanya, pak Sugeng. Ternyata
memang benar dugaan saya, ia melalui kehidupan yang tidak biasa. Pak Sugeng
tumbuh besar di sekitar lingkungan Togamas. Saya tidak bisa bercerita tentang
detail percakapan kami malam itu, tapi saya akan bercerita semaksimal mungkin.
Pak Sugeng merupakan korban dari
Rezim Orde Baru (Orba) Saat Orba berkuasa keluarganya yang diiming-imingi kehidupan lebih layak, memutuskan untuk
bertransmigrasi ke Kalimantan. Pak Sugeng kala itu masih duduk di kelas 4 SD
tidak turut serta. Ia mencari jalan hidupnya sendiri tanpa peran orang tua.
Saat memasuki remaja ia sangat ditolak oleh lingkungan sekitar tempat
tinggalnya. Lalu ia memutuskan untuk pergi dari tempat tinggalnya tersebut
(sekitar Togamas), untuk mencari arti hidup. Babak demi babak kehidupan ia
hadapi. Orang demi orang ia temui. Hingga pada akhirnya, ia meninggalkan
kehidupan yang sedang jalani, kehidupan atas nama kebebasan. ‘Lelah hidup dalam
kemunafikan, mas’ katanya, dan pak
Sugeng mencoba menata semuanya kembali dari awal. Kembalilah pak Sugeng ke
lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat sekitar memberi respon atas kepulangan
pak Sugeng ke daerah itu. Bertepatan dengan pemilihan ketua Rukun Tetangga (RT)
pada saat itu, pak Sugeng dicalonkan menjadi ketua RT. Atas kepercayaan warga
sekitar, pak Sugeng menjabat ketua RT dua kali masa jabatan.
Dari perbincangan kami, ada-ada
saja yang membuat saya tertegun dan merinding. Salah satunya adalah kisah
perjuangannya saat istrinya sedang dirawat di Rumah Sakit. Saat itu merupakan
H-4 Lebaran Idul Fitri, kira kira pukul 2 dini hari, ia hendak pulang dari
Rumah Sakit. Di area parkir Rumah Sakit, ada sosok pemuda seumuran saya
bertanya kepada pak Sugeng ‘bagaimana istrinya sudah sehat pak?’. Pak Sugeng
berhenti sejenak dan menjawabnya dengan hati senang karena ada yang menanyakan
hal tersebut, ‘Alhamdulillah mas, sudah boleh pulang’. Keesokan harinya, ia
mencari pemuda tersebut dengan bertanya kepada orang-orang bertugas di areal parkir.
‘Bapak kenal mas itu ?’ kata salah seseorang di areal parkir tersebut, ‘Mas itu
sudah nggak ada dari tahun kemarin pak’ sambung seseorang tersebut. Deg! Saya
tercengang.
Begitulah sekilas perbincangan kami....
foto diambil pada beberapa hari sebelum saya berbincang dengan pak Sugeng |
Dan bagimana hubungannya dengan Togamas Petra?
Sebelum menjadi toko buku Togamas
seperti saat ini, areal tersebut merupakan lahan serta bangunan kosong. Oleh
anak muda-mudi disalahgunakan tempat tersebut. Hingga Togamas berdiri dan
mengubah segalanya.
Sejak pertama kali beroperasi,
pak Sugeng dan kawan kawannya dipercayai untuk memegang divisi keamanan. Saat
berdirinya Togamas delapan tahun lalu, pak Sugeng merupakan ketua RT setempat.
Dan orang-orang yang memegang divisi keamanan merupakan karang taruna setempat.
Pak Sugeng hari ini ....
Tidak tampak dari ucapannya
menggambarkan mimpi-mimpi yang mewah. Hanya sederhana saja, pak Sugeng ingin
berguna bagi orang-orang. ‘Di mulai dari sekitar’, katanya. Kini ia mencoba
ternak burung love birds, yang
hasilnya nanti (berupa anakan love birds)
akan didonasikan kepada orang-orang sekitarnya.
Yang sangat ia ingin lakukan
adalah menebarkan energi positif. Sederhananya seperti itu.
Dan malam itu pun berakhir ....
‘Semoga sukses dan sehat selalu,
pak Sugeng! Terima kasih waktunya.’ Kata saya dalam hati malam itu, sebelum
melenggang pergi kembali bergelut dengan hidup yang saya miliki.
1 komentar
Sumpah jal pas kutipan 'Mas itu sudah nggak ada dari tahun kemarin pak,’ bulu kuduku meremang, gak ngerti iki pemilihan diksimu atau ah.. sudahlah...
BalasHapusPembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)