Warung Legenda
9:56:00 AM
18 maret 2014
Jumat lalu (14/03/14) saya mengunjungi kawan-kawan yang sedang kuliah di
Malang. Pengennya sih kesana bener-bener jadi wisatawan, apa daya uang nggak banyak.
Diajak lah saya menikmati Malang dari sisi kerakyatan (maksudnya merasakan
warung-warung yang pro-rakyat, sejenis warung/warkop murah tapi berkelas) bukan
wisata themepark apalagi petik apel,
saya mana ada duit buat begituan.
Nongkrong murah tapi berkelas? carilah warung-warung yang
memiliki nilai sejarah. Warung yang menjadi saksi sejarah akan dengan mudah
membawamu untuk mempelajari sejarah kota tersebut *sok beranalisa*. Ketika
bertanya-tanya kepada teman saya tentang tempat-tempat yang kalau
mengunjunginya saya benar-benar merasakan Malang, dibawalah saya ke tempat-tempat ini.....
Ronde generasi kedua
since 1948 |
Warung yang terletak di jalan Zainal Arifin (daerah kota) akan mudah kalian temukan
karena ada banner bertuliskan “Ronde Titoni” di depannya, hehe. Ketika membaca
bannernya saya sedikit berpikir kalau nanti hanya memesan kopi, bukan takut
mahal, tapi kala itu saya sedang menderita sariawan yang super gede di deket
bibir. Bisa dibayangkan sendiri kalau sariawan ketemu jahe, panasnya tambah
nggak karuan.
Then, saat memasuki warung saya berubah pikiran. Saya kira
seperti warung ronde-ronde lainnya yang hanya menyediakan Ronde sebagai
hidangannya. Warung ini menawarkan banyak sekali pilihan (banyak: lebih dari
satu).
dipilih-dipilih |
Seperti nama warungnya “Ronde Titoni”, yang menjadi menu
andalannya adalah Ronde. Entah ronde yang memiliki rasa seperti apa, intinya
saya tidak pesan. You know lah, bibir saya agak sensitif kala itu. Salah satu pilihan
hidangannya selain ronde ialah Angsle. Saya langsung memilihnya. Menikmati angsle ditemani roti goreng yang
gede, enak juga apalagi diwarnai udara Malang yang kian malam kian dingin.
Namun rasa angsle-nya bertahan pada level enak tanpa banget.
semangkuk angsle |
Titoni, sebuah nama orang. Bapaknya bapak yang sekarang
sedang mengelola ronde ini. jadi bisa dibilang, bapak yang sekarang merupakan
generasi ke II dari keluarga Titoni. Ronde titoni yang berdiri pada tahun 1948
pertama kali berada di Pasar Besar. Kemudian pindah ke tempat yang sekarang
ini.
Merasakan ‘kentu’
PERHATIAN : Dilarang Baca untuk UMUR DI BAWAH 21 tahun
Hawa dingin paling enak ya ‘kentu’. Eh? Jangan salah
mengartikan. Saya awalnya juga salah kaprah,lho.
Oiya, apa sih kentu? Kentu itu bikin anget apalagi ketika
menikmatinya saat hawa dingin. Wuih tambah penasaran ya... Kentu ialah sebuah
singkatan dari nama warung pro-rakyat (murah tapi berkelas). Kentu alias Ketan
Batu sudah menjadi legenda sejak puluhan tahun silam, nama aslinya bukan
‘kentu’ tapi Pos Ketan Legenda.
suasana 'kentu' |
Kalian nggak tau ketan? Wehweh masak iya nggak tau jenis
makanan khas jawa yang enak ini. kasian amat, hehe (mentang-mentang dikit)
Kentu? Ketan Batu ? *mikir* Bukan berarti ketan yang berisi
batu atau tekstur ketan yang keras. Loh
terus apa dong? Batu merupakan nama kota yang tidak jauh dari Malang. Dan
warung ketan ini berada di Batu (tepatnya dekat alun-alun kota). Sesedarhana
itu.
Pos Ketan Legenda menawarkan aneka pilihan variasi ketan.
Dari ketan yang diberi keju, susu, meses sampai ada juga yang dikasih duren.
tanya soal harga, jangan khawatir! Nggak bakal merogoh koceh lebih dari 20ribu
rupiah dengan catatan kalian makan ketan + minumnya cukup satu porsi aja. Ya
namanya makanan & minuman semakin banyak kalian pesan ya semakin banyak
pula membayarnya #logic
jadi ngiler liatnya :9 |
Selamat menikmati kentu di ketinggian 800 mdpl.
(Ini pengalaman pertama saya untuk merasakan ‘kentu’ jadi jantung
saya agak berdebar,hehe.)
2 komentar
awakmu ngentu karo sopo ae? gawat arek iki
BalasHapusngentu bersama cangkir, lepek, dan sendok.
BalasHapusPembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)