Sebuah Nama

9:09:00 PM


Beberapa hari lagi rutinitas sudah di mulai. Agenda kegiatan yang nggak pernah aku bayangin sebelumnya karena emang aku nggak ada niatan untuk terjun di dunia ini. awalnya aku yang mengejar sekolah ikatan dinas dan akhirnya gagal, masih ada satu kesempatan lagi di tahun ini, ipdn. Oke, lupakan aja soal itu.

Di post pertama ini, apa yang ingin dibahas? Seperti biasa aku nggak punya garis besar untuk setiap postnya intinya tulis yang perlu di tulis aja.

Malam itu (2 sept) aku yang nggk ada rencana buat apa 3 hari ke depan di Surabaya dengan iseng mengajak mas Akbar buat traveling. Jadi sebelumnya, mas akbar udah ada rencana buat ke Pulau dewata dan aku udah punya ancang-ancang buat meraih puncak mahameru bersama 2 rekanku tapi mendadak tanggal 3 ada acara kampus dan mendadak mas akbar gagal juga ke pulau dewata. Rencana yang gagal ini masih meninggalkan bekas. Akhirnya dengan iseng aku mengajak mas akbar buat ke Ranu Kumbolo. Persiapan yang kurang membuat kita kelabakan malam itu, tenda belum ada, sleeping bag juga belum ada, nesting dan korlap sudah teratasi. Nyari pinjeman sana-sini dengan merogoh koceh sekitar 150rb untuk sewa tenda selama 3 hari. Oke semua sudah siap? Belum. Kita belum ijin ke orang tua. Beginilah nasib random plan. Tanggal 3 malam kita sudah berada di rumah tapi rencana yang tadi random menjadi semakin random-_- ini karena keuangan kita semakin hancur. Rencana tiba tiba diubah, ingin ke tanjung papuma, kesana dan kemari. Agak sedikit bingung pada saat itu. Akhirnya dengan mental ‘show must go on’ kita tetap pada our first random plan. Ranu kumbolo, kita datang !

Perjalanan yang sangat panjang menuju ranu di balik bukit di bawah kaki gunung semeru itu. Lebih gila lagi kita memutuskan membawa scoopink dalam perjalan kali ini..eh bentar deh, memutuskan gimana maksudnya? Kan emang kendaraan adanya cuma scoopink aja. Bukan gitu maksudnya, kl kita memutuskan naik kendaraan umum maka pengeluaran aka semakin membengkak dan lagian ini pergi Cuma berdua aja. Untuk lebih hemat dan lebih ekstrim kita lebih naik motor.  

This is a blind journey. Kita nggak tau jalannya menuju kesana. Mengandalkan peta mulut akhirnya jalur sudah mulai tampak jelas. Pertama kita mengendarai motor sampai di desa ngadisari (bromo) kita memutuskan untuk lewat bromo, nggak ada yang ekstrim ?. keputusan lewat bromo membuat kita harus melewati lautan pasir. Scoopink + lautan pasir? Berkhayalah sendiri. 
  
Hanya satu kata yang dapat mewakili perjalanan di lautan pasir, ‘keras’. Dengan daya juang yang masih tinggi kita dengan gigih membawa scoopink berlayar menantang maut di lautan pasir tanpa ujung. Akhirnya kita menemukan sedikit kehidupan ketika mencapai kaki bukit teletubies.

scoopink beradu dengan ombak pasir (berikut dengan sang pengemudi)

Next, kita menaiki jalan yang agak nggak begitu baik kondisinya (mungkin ini kalimat yang kurang efektif, inilah efek dari melewati jalan itu). ‘Ayolah scoopink kamu pasti bisa’ dalam hatiku ketika melihat kondisi mesinnya meronta kecapekan melewati medan yang nggak biasa. Setelah melewati tanjakan kita beretemu pertigaan, jika ke kanan itu kea arah Tumpang dan ke Kiri ke arah semeru





Perjalanan blm selesai disitu, kita harus melewati tanjakan lagi -_- sekitar setengah jam kemudian akhirnya kita sampai di desa Ranu pani, gerbang menuju nirwana pulau jawa.
Kita melanjutkan ke tempat registrasi, jadi nggak sembarang orang yang bisa masuk ke TNBTS. Adapun persyaratan untuk memasuki jalur pendakian semeru antara lain: surat keterangan sehat, tiket TNBTS (kl lewat bromo, disini nggak perlu bayar lagi, materai. ) setelah menyelesaikan urusan birokrasi, kita mampir ke warung buat ngisi perut dulu. ‘Angkat rangsel mari kita mulai perjalanan panjang ini’




*180 menit kemudian*

Kabut tipis mulai turun dari sela-sela bukit, inilah nirwana pulau jawa, ranu kumbolo. Begitu indah dan menyimpan seribu kisah yang belum terungkap. Ranu (danau) yang terletak 2400 mdpl ini bisa mencapai suhu minus 5 derajat, hati hati bagi yang nggak suka dingin mending pake jaket aja. Aku nggak ngelarang kalian kesini.


Di dalam tenda, waktu seakan berjalan lambat..tapi waktu juga berjalan cepat, tiba tiba tenda udah dilapisi es-es tipis eh sudah pagi..aku kehilangan momen sunrise, emang tempat kita mendirikan tenda kurang pas nggak seperti kebanyakan foto-foto yang beredar di media sosial.
Lalu kita mengeluarkan alat-alat survive alias nesting + korlap. Kita membawa logistik seadanya karena emang kita kekurangan dana..dan lebih konyolnya kita habiskan semua saat itu juga. Nasi ? gagal masak. Mie ? matang karena air yang nggak mendidih masuk lebih dulu. Sosis? Lumayan ada 3, kita bagi jadi 1 setengah untuk dua orang. Telor? Setengah mateng. Oke skip aja bagian ‘jika aku menjadi ...(farah quen)’ ini 


Sekitar jam 9 pagi, kita merobohkan tenda dan mengemasi barang barang, tidak lupa juga sampahnya. By the way soal sampah, masih banyak aja yang ninggalin sampah di gunung. Lanjut ke jlaur perjalanan, kita lanjut jalan kaki ke tanjakan cinta. Tanjakan ini yang jadi saksi sejarah hidupku hari itu, mengikuti mitos yang beredar. Selama kita mendaki tanjakan cinta, kita memikirkan orang yang jadi target kita (untuk pendamping hidup)tanpa menengok ke belakang, konon kita akan benar-benar bisa mendapatkan target itu. Sebuah nama, menajdi rahasia ilahi dan hati. Setelah kembali turun, kupanjatkan doa ‘semoga kita dipertemukan’.
Inilah kisah perjalanan pertamaku yang kupilih untuk ku torehkan di the apane (reborn)



You Might Also Like

0 komentar

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)