Tim Pendakian "Gunung Arjuna-Perayaan Ulang Tahun"

5:03:00 AM

Senin, 2 Maret 2015, 19.02 WIB

Seminggu yang lalu, jam segini....ialah waktu yang menunjukkan kepulangan saya ke kota, dari perjalanan empat hari di gunung Arjuna.

Saat itu, saya baru saja melihat peradaban, melihat lautan manusia beserta ekspresi bosannya pulang dari aktivitas sehari-harinya. Rasa-rasanya saya yang merasa asing dengan semua itu, melihat besi beroda, manusia mengendarainya, hiruk-piruk suasana lalu lintas. Diantara itu semua, saya merasa asing. Perasaan yang selalu hadir, ketika telah lama meluangkan waktu untuk gunung.

Saya beserta kawan-kawan seperjalanan dengan tas sebesar kulkas berjalan di trotoar, mereka menatap kami dengan ekspresi yang ganjil.

“...siapa yang iri kepada siapa....atau saling iri..” saya berkata dalam hati.   
(***)
20 Februari – 23 Februari 2015

Perjalanan menuju gunung Arjuna kali ini, terkesan mendadak bagi saya. Bukan tentang rencana perjalanan itu sendiri, tapi saya sendiri yang kurang bisa menjaga aktivitas pra-pendakian. Tiba-tiba datanglah tanggal yang sudah terlingkari warna merah, sebuah penanda tanggal keberangkatan pendakian. Tidak ada persiapan fisik sebelumnya, apalagi keuangan. Sejauh ini, sepertinya saya bukan pelaksana rencana yang baik, hehe.

Saya mengira perjalanan kali ini hanya fiktif, sampailah saya berangkat mecangklong tas sebesar kulkas, baru saya percaya. Ternyata semuanya nyata. Saya berangkat menuju gunung.

Peringatan pertambahan umur, merupakan alasan dasar pendakian Arjuna (20-23 Ferbruari 2015). Berawal dari ajakan kawan saya dari Surabaya, Gadis. Perjalanan ini dimulai.

Saya sedikit bingung diawal, karena tim pendakian tidak pernah bertemu sebelumnya. Lalu pada hari Kamis (19 Februari 2015), kami semua dipertemukan di rumah salah satu anggota tim. Disitu kami bertemu untuk pertama kalinya.

Tibalah jadwal keberangkatan kereta api (Jumat, 20 Februari 2015, 04:48) yang akan membawa kami menuju stasiun Lawang. Sampai pada saat itu, satu anggota tim masih saja belum datang. Lalu, datang seseorang laki-laki seumuran saya dengan membawa satu tas daypack. Tampangnya sih, konyol. Entah, saya heran pada saat pertama melihat sosok itu. Tidak membawa kartu identitas (KTP), memakai celana jeans, dan tampang konyol. Saya berpikir, bahwa rekan perjalanan yang satu ini akan merepotkan nantinya. Namun, saya mencoba membuang jauh-jauh pikiran jelek saya dengan mencoba berkenalan dengannya. “sleho”, sebutnya dengan tampang khas miliknya.

Setelah berkenalan dengan anggota tim yang terakhir datang itu, lengkaplah sudah tim pendakian “Gunung Arjuna-perayaan ulang tahun”. Jumlah keseluruhan tim ada 8 orang, termasuk saya. Diantaranya adalah Cak Ipul, Cak Pentol, Vi, Sakinah, Rio, Gadis, Sleho, dan saya.
sesampainya di Stasiun Lawang.

Sebelum memulai rangkaian kegiatan, kami mengawalinya dengan sarapan pagi di stasiun Lawang. Setelah itu, kami mulai berjalan kaki keluar dari stasiun untuk mencari transpotasi yang rela membawa rombongan tas kulkas menuju pos pendakian Arjuna. Pos Pendakian Arjuna (via Kebun Teh Wonosari) berjarak sekitar 20-25 menit dari stasiun Lawang, ditempuh dengan mobil.  Kalau ada pertanyaan ditempuh dengan jalan kaki, saya belum  bisa menjawabnya karena memang belum mencobanya. Pada saat itu mobil jenis elf(sejenis minibus) beberapa kali terlihat di jalan menuju arah pasar Lawang, penawaran kedua kalinya barulah kami berdelapan mendapat tumpangan menuju pos pendakian, dengan 20ribu rupiah. Menurut Cak Ipul, biaya sebesar itu sudah termasuk murah dan setara jika mengendarai ojek.

Registrasi pendakian gunung Arjuna tidak serumit pendakian Semeru. Pendaki hanya menulis nama dan membayar beberapa ribu rupiah untuk biaya registrasinya.  Sesedarhana itu, perjalanan dimulai.

Langkah demi langkah kami tempuh sedikit demi sedikit. Melihat hamparan kebun teh, tatapan damai warga lokal, dan hawa sejuk pegunungan. Sesedarhana itu, kebahagiaan.

Siang (masih Jumat). Kami beristirahat pada sebuah bangunan kayu yang beralaskan jerami. Pikiran saya langsung terlempar pada sebuah latar tempat kandang domba. Tidur siang di tempat tersebut, nyenyak bukan main atau memang saya terlampau lelah, malam sebelumnya hanya tidur beberapa jam. Sesedarhana itu, tidur siang ala domba.
tidur siang. Nikmat mana lagi yang kau dustakan.
Perjalanan dilanjutkan saat hari mulai sore. Selangkah, selangkah, selangkah. Kok? Jalurnya semakin menanjak. Saya tertinggal di belakang. Mulai ini saya sadar bahwa fisik saya sedang tidak cukup kuat. Sleho, sudah lumayan jauh dari saya. Ah, begini ini pengaruh dari berpikiran jelek terhadap orang lain, ternyata diri sendiri tidak lebih baik dari orang lain. Sesedarhana itu, cara memandang orang lain. Eits, tapi saya masih saja tidak ingin disebut lebih lemah daripada yang lain, hanya saja saya ingin menikmati pemandangan lebih lama. Hahahaha, ini benar-benar pembelaan diri sendiri.

Malam (masih Jumat).  Anggota tim yang telah sampai lebih dulu daripada saya, telah bergerak cepat mendirikan tenda. Sudah ada tiga tenda siap dijadikan tempat berlindung.

Memasuki hari kedua (Sabtu, 21 Februari 2015), ada sedikit kendala di hari itu. Gadis, tokoh utama dari kisah pendakian ini. Orang yang melopori perjalanan, jatuh sakit. Saya benar-benar merasa beruntung, tim benar-benar bisa mengatasi hal ini. Dengan kesabaran dan ketabahan, kami tetap bertahan. Sesedarhana itu, pertemanan diuji.

Perjalanan saat itu tidak memungkinkan untuk dilanjutkan. Sasaran awal adalah puncak di tanggal 21 Februari, berganti dengan meraih puncak pada siang esok harinya (22 Februari 2015). Tidak berapa lama di puncak Gunung Arjuna, kami berdelapan melanjutkan perjalanan untuk turun melalui jalur menuju Tretes.

Kecepatan jalan kaki yang semakin menurun membuat kami sedikit terlambat untuk benar-benar mencapai sasaran awal. Yaitu pulang hari minggu. Kepulangan kami terlambat sehari. Semua telah terjadi, untuk apa tidak dihadapi dan dinikmati. Keterlambatan bukan menjadi hambatan untuk pulang. Sesedarhana itu, pulang.

(***)

Banyak momen dan tempat yang terlewat begitu saja, tanpa saya abadikan lewat lensa kamera. Termasuk tidak terambilnya gambar tim pendakian “Gunung Arjuna-perayaan ulang tahun”. Memang amat disayangkan, namun apa daya. Hal terbaik yang bisa saya lakukan adalah bersyukur, membiarkan mata dan hati menjadi perekam terbaik.  

Empat hari pendakian bersama tujuh orang baru dalam hidup saya membuat saya berpikir tentang kalimat seorang kawan saya nun jauh disana, bahwa “....dunia selalu punya cara membuat kita bahagia....”. Di akhir cerita, saya ingin mengucapkan, “Selamat ulang tahun, Gadis. Semoga perjalanan kali ini membawa pelajaran penting dalam hidup”. Sesedarhana ini, sebuah ucapan. (rjl)

You Might Also Like

3 komentar

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)