Lama sekali saya tidak berkunjung ke museum Sampoerna (House of Sampoerna). Mumpung ada pinjaman sepeda motor di Surabaya, saya pun langsung meluncur ke House of Sampoerna. Saat itu sedang ada gelaran pameran warisan budaya dan foto bertajuk “Tanah Air” menyambut hari Sumpah Pemuda. Karya-karya fotografi yang disajikan serasa tidak sembarang, setelah saya mencoba mencari informasi ternyata yang menjadi kurator adalah Oscar Matuloh.

Suasananya cukup lenggang, saya hanya seorang diri menikmati pameran tersebut. Lalu tidak begitu lama ada beberapa orang yang juga berkunjung.

Ada pengunjung wisatawan asing, yang terkagum-kagum ketika dijelaskan mengenai “Bhinneka Tunggal Ika” oleh pemandu yang membawanya.

Ada beberapa anak-anak kecil yang bersenda gurau menikmati dunianya, tanpa sadar jika mereka kelewat batas akan merusak benda-benda yang sedang dipajang.

Saya tidak ikut berjuang di kala sumpah pemuda, pun sekarang saya bukan milenial yang menjadi poros perubahan. Saya hanyalah pemuda tanggung yang mencari pundi-pundi rupiah untuk melangsungkan hidup. Namun dengan mengunjungi museum kali ini, membuat saya larut dalam haru biru masa lampau dan merasa perjuangan persatuan tidak berhenti dalam rapal sumpah saja.

Sepertinya menjadi kebisaan saya, mendaki gunung tanpa persiapan fisik yang matang. Padatnya aktivitas tidak bisa membuat saya meluangkan waktu barang sekali dua kali mempersiapkan stamina pra-pendakian, itu pembelaan saya untuk pendakian gunung Slamet beberapa bulan lalu. Sampai saya menanyakan harga porter ketika berada di jalur pendakian. Meskipun akhirnya saya tidak jadi menggunakan jasa porter.

Namanya, Pak Kasnan dan Bu Sofi. Mereka berdua penduduk kaki gunung Slamet sekitaran Bambangan. Pekerjaan sehari-harinya bertani, dan mengoperasikan warung yang dibangunnya di pos satu. Saya belajar beberapa kosa kata ngapak melalui mereka, yang mana sekarang sudah tidak begitu ingat. Sebelum saya melanjutkan perjalanan mereka memberi saya gebrel, jajanan khas terbuat dari singkong yang di isnya gula merah.

“datang kemari mas, kalau strawberry kami sudah panen”, kata mereka sebelum saya melanjutkan turun.