Menikmati Luka Alam, Bukit Jaddih Madura.

3:47:00 AM

Saat saya sedang berada di Surabaya, pada hari Senin malam (11/05), saya mendapat ajakan secara mendadak untuk melancong ke pulau Madura. Jaraknya yang tidak begitu jauh, seketika membuat saya mengiyakan ajakan tersebut. Meskipun selama ini saya sering bolak-balik ke pulau Madura, saya tidak pernah benar-benar merasakan wisata di pulau tersebut karena hanya mengikuti ajakan saudara atau orang tua untuk urusan bisnis dan silahturahmi.


Dalam perjalanan ke pulau Madura kali ini, semuanya berbeda. Tidak ada urusan sama sekali dengan namanya profit atau pun kunjungan ke rumah famili. Bisa dibilang perjalanan ini memenuhi kebutuhan untuk aktualisasi diri. Ajakan pada Senin malam itu berasal dari salah satu kawan saya, Gaby. Disampaikanlah ajakan tersebut melalui Adien. Pada malam itu, Adien menyampaikan bahwa ada ajakan untuk main sekaligus berburu foto, namun belum ada kepastian dari Gaby. Sampai pada malam itu terbentuklah multichat dengan empunya agenda dan teman lainnya, Baskoro, yang hendak turut serta dalam perjalanan. Berangkat ke Madura pukul tujuh pada keesokan paginya menjadi keputusan akhir pada malam itu.    

Bermodalkan kendaraan dari Gaby, sang pemrakarsa perjalanan, selasa pagi sekitar pukul delapan berangkatlah menuju pulau Madura.

Melewati jembatan Suramadu, setengah jam kemudian sampailah kami di pulau Madura. Saat mendapat ajakan, saya sengaja tidak menanyakan objek yang menjadi destinasi. Bukit Jaddih (baca: bukit Jeddih), menjadi tujuannya. Ternyata, tidak satupun dari tiga kawan saya itu tahu jalan menuju destinasi tersebut. Bermodalkan GPS terampuh, bertanya pada warga lokal, tidak lama kemudian akhirnya saya dan rombongan sampai pada bukit Jaddih.

sumber
Entahlah menyebutnya Jeddih atau Jaddih, yang pasti begitulah adanya. Karena melihat plang yang berada di sekitaran desa tersebut ada yang menuliskannya dengan huruf ‘a’ dan ada pula yang menuliskannya dengan huruf ‘e’.   

Bukit Jaddih merupakan bukit kapur yang terletak di kabupaten Bangkalan, tidak jauh dari jembatan Suramadu, dan sajian pemandangannya terbentuk dari hasil kegiatan pertambangan batu kapur. Itu informasi yang dikantongi kawan-kawan saya.  

Saat memasuki kawasan bukit Jaddih, kami sering berpapasan dengan truk-truk pengangkut. Pada bagian awal kawasan bukit terdapat sebuah kolam renang, kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan menuju bagian bukit yang lebih atas. Udara yang terasa sangat panas, membuat enggan untuk berenang.

genangan yang tampak, itu bukan kolam renang yang dimaksud

Sesampainya di atas, udara yang panas akan sedikit menjadi bersahabat dengan adanya hamparan rumput hijau dan beberapa pohon yang menyejukkan mata. Menikmati penampakan bukit Jaddih dari atas, akan tampak sebuah sajian fenomena aktivitas manusia. Sebuah kegiatan pertambangan batu kapur. Mesin keruk yang tak kenal lelah, truk yang senantiasa menerima-mengantar kapur lewat baknya, dan godam para pekerja tambang. Sebuah diorama pemanfataan alam. Entah itu merusak atau tidak, namun saat saya mendengar suara deru mesin keruk beserta truk, saya merasa riskan. Suara deru mesin tersebut membuat saya terancam. Berlebihan? tidak juga, saya rasa. Hari esok bisa saja anak-cucu saya hanya akan mengenal bukit Jaddih hanya lewat gambar dan tulisan saya ini, jikalau deru mesin itu terus menggema setiap harinya. Manfaat lain yang didapat dari kegiatan pertambangan adalah bukit Jaddih menjadi sebuah destinasi wisata yang berperan mengangkat nama pulau Madura.

Darimana saya tahu kegiatan manusia di bukit Jaddih merusak atau tidak, toh saya bukan ahli ukur keseimbangan alam. Suatu hari saya pernah bertanya tentang jati diri manusia. Saya mendapat jawaban bahwa manusia merupakan spesies yang unik sekaligus berbahaya. Untuk bertahan hidup, manusia merusak sekaligus membangun pada saat yang bersamaan. Hal-hal yang ditemukannya dan diciptakannya akan mempermudah sekaligus memperumit hidupnya. Bukit Jaddih menjadi salah satu pembukitan atas jawaban yang saya dapat selama ini.  

Berkunjung ke bukit Jaddih, bukan hanya membuat perasaan buncah oleh pertambangannya namun bahagia juga akan dirasa. Untuk menikmatinya tidak perlu mengeluarkan biaya mahal untuk tamasya di bukit in. Sekadar mengambil gambar panorama atau menikmati suasana siang yang panas dengan duduk beralas tikar di bagian atas bukit sembari menikmati buah tropis, akan menjadi kegiatan yang cukup menyenangkan.


Nama Jaddih akhir-akhir ini cukup meledak di kalangan para pelancong melalui instagram. Memang, sosial media yang satu itu memiliki daya magis tersendiri untuk menjadikan suatu foto unggahan seseorang sebagai alasan berkunjung ke lokasi yang berada pada foto tersebut. Seperti halnya perjalanan saya kali ini. Bisa dilihat foto-foto bukit Jaddih yang lebih menarik lainnya pada akun exploremadura atau pun mengandalkan hashtag yang tersedia. 

You Might Also Like

1 komentar

  1. asal kan penambangan kapur nya tidak terus merajalela aja. pasti bukit jaddih jadi salah satu alternatif lain buat pelesir

    BalasHapus

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)