Hampir Pergi Kemana Saja

3:38:00 AM

Hari Minggu (15/05). Setelah olahraga di sore hari, malamnya menjadi suasana yang pas untuk berleha-leha di depan televisi sembari menikmati makanan ringan dan segelas soda, namun saya memilih kegiatan lain. Saya ada niatan untuk hadir di salah satu agenda Festival Foto Surabaya 2015 (FFS 2015) pada hari minggu itu. Travel Photography dan National Geographic Indonesia, yang menarik minat saya.

Beberapa hari sebelumnya saya juga hadir di salah satu agenda FFS 2015, BW photograhpy. Namun saya tidak menaruh perhatian lebih. Pada tahun ini, FFS sendiri telah diselenggarakan untuk kedua kalinya. Festival akbar fotografi ini digelar dari tanggal 11 – 15 Mei 2015 di Ciputra World (CW) Surabaya. Puluhan figur ternama dalam bidang fotografi diundang sebagai pembicara seminar. Lebih dari seratusan karya fotografi dari berbagai aliran dipamerkan dalam FFS, fotonya unik-unik menurut saya. Cara penyajiannya tak juga kalah unik, lho. Disajikan dengan karton yang disusun sedemikian rupa.

Rangkaian FFS pada hari terakhir, akan menjadi hari yang patut untuk saya ingat.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, ada dua seminar yang menarik saya untuk hadir. Seusai saya menyelesaikan lari saya pada sore hari, saya mulai mencari kawan untuk hadir di acara tersebut. Namun hasilnya nihil, tidak ada seorang pun yang bisa menemani saya kala itu. Apa daya, the show must go on. Saya berangkat seorang diri ke CW pada pukul setengah tujuh malam. Acara seminar travel photography dimulai pada saat jam yang sama. Saya tetap saja berangkat...telat tidak menjadi soal daripada tidak sama sekali, pikir saya kala itu.

Setibanya di CW, saya segera menuju atrium, tempat berlangsungnya seminar. Tidak disangka ternyata penontonnya lebih ramai dari dugaan saya. Saya tidak mendapatkan bangku untuk duduk seperti pada seminar BW photography sebelumnya. Saya berdiri di bagian belakang, melihat panggung di antara punggung penonton yang lain. Merasa tidak puas dengan pemandangan dari tempat saya berdiri, saya beranjak untuk berdiri di posisi agak samping depan.

Seminar travel photography kali ini dibawakan oleh Marrysa Tunjung Sari, seorang travel photographer sekaligus writer. Ia merupakan kontributor aktif majalah ‘linkers’.

Saya datang dari jauh merasa akan percuma jika pulang dengan tangan hampa. Saat sesi tanya jawab saya mencoba mengangkat tangan, dengan tujuan mendapat goodie bag berisi majalah dan berbagai merchandise sponsor *jujur*. Pertanyaan saya bukan menanyakan tentang teknik fotografi, saya bertanya kepada mbak Marrysa tentang momen yang mengantarkannya menjadi seperti hari ini, seorang fotografer sekaligus pejalan dan dibayar pula. Ternyata ada segudang latar belakang yang tidak biasa terungkap dengan kalimat-kalimat sederhana saja. Mbak Marrysa menulis karena ia tidak ingin lupa tempat-tempat yang pernah dikunjunginya. Pertanyaan saya yang lain adalah seberepa penting julukan ‘traveler’ bagi traveler itu sendiri. Saya mendapat jawaban yang cukup memuaskan, semua adalah tentang terminologi. Ia juga tidak peduli orang menyebut dirinya sebagai traveler atau julukan lainnya namun sejauh ini ia dibayar untuk jalan-jalan, maka sebutan traveler memang pantas untuknya. ‘masak iya aku juluki diriku tukang jahit’, katanya. Sebagai imbalan saya mendapat goodie bag. Namun yang saya dapat tidak sesuai harapan, goodie bag berisi beberapa perlatan kebersihan seperti sabun tangan, pembersih wajah, dan parfum. Benda-benda yang kurang berpengaruh dalam hidup saya.

Suasana seminar malam itu begitu hidup. Bukan hanya penonton yang hadir yang mengajukan pertanyaan, namun mbak Marrysa juga mengajukan pertanyaan seputaran dunia traveling, sontak saya kaget saat mendengar imbalan yang diberikan untuk siapapun yang mampu menjawab dengan benar. Ada 3 tiket gratis Pergi-Pulang siap mengantar kemana saja, selama tujuan ada di bumi Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan cukup unik, seperti sasimi ala Indonesia yang berada di samosir, letak-letak objek wisata, dan kuliner khas suatu daerah. Untuk pertanyaan pertama, ada jeda yang lumayan cukup untuk digunakan browsing, apa daya hape butut saya tak mampu mengakses internet. Eits, memang mental pejuang, saya tidak menyerah begitu saja! langsung saya mengetik soal yang diberikan untuk saya tanyakan kepada teman-teman lewat sms. Memang tampak gila dan ambisius, pikiran saya ‘daripada mati sebelum perang, apa salahnya mencoba untuk perang’. Pertanyaan pertama gagal mengantarkan saya untuk mendapatkan tiket, karena sms lebih lama daripada akses google. Untuk sesi kedua saya agak lemas, karena saya sadar kekuatan hape saya ala kadarnya. Memasuki sesi ketiga, penonton dituntut untuk spontan dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Saya bergairah untuk naik panggung, meskipun pada saat itu saya tidak mengetahui jawaban apa yang dimaksud tetap saja saya angkat tangan sebagai tanda mengetahui jawaban. Ada tiga penonton yang naik ke panggung untuk menjawab pertanyaan, termasuk saya. Jawaban saya ‘Sulawesi’ untuk pertanyaan yang diberikan, pertanyaannya saya agak lupa. Ternyata jawaban yang diminta adalah nama provinsinya. Jawaban saya masih dianggap betul. Tersisa ibu-ibu berkerudung dan saya diatas panggung untuk melanjutkan pertanyaan selanjutnya sebagai penentu. Pertanyaan selanjutnya, ‘objek wisata ini terkenal dengan stalaktit dan stalakmitnya, namanya rammang-rammang, terletak dimana kah objek wisata itu’, saya benar-benar ngeblank! Melihat dari bahasanya, dengan sok tahu saya menjawab ‘Papua’.......TEOOOT saya ternyata salah. Ibu berkerudung itu menjawab dengan benar, ‘Sulawesi’. Hampir saja saya pergi kemana saja sesuai keinginan sendiri dengan tiket gratis, rasanya seperti sudah siap terbang tapi sayapnya patah. Ah, apa daya. Tidak satu pun yang dapat mengalahkan kekuatan takdir, tiket gratis terakhir itu bukan ditakdirkan untuk saya *sedikit menghibur diri* 

Memasuki sesi terakhir, mbak Marrysa membagikan majalah ‘linkers’ secara gratis dan acak. Beberapa majalah dibagikan pada barisan depan. Saya meningkatkan agresifitas, mengangkat tangan sembari berteriak ‘saya...saya...’, dan ternyata majalahnya telah habis dibagikan. Diluar dugaan saya, sebelum beranjak meninggalkan panggung mbak Marrysa berbicara lewat microphone ‘kl pengen nanti ke booth yaaaa..’, sungguh saya melayang dibuatnya. Saat berjalan menuju booth yang dimaksud, kami sempat berdiskusi sedikit tentang dunia traveling, saya tidak berbicara banyak karena pada saat itu ada kehadiran penonton lain yang juga mengajak mbak Marrysa mengobrol. Sesampainya di booth, saya mendapat majalah ‘linkers’ edisi bandung, dan saat berada di booth tersebut mbak Marrysa sadar bahwa tas milik anaknya ketinggalan di sekitaran panggung, ia sedikit kebingungan. Dengan terburu-buru ia berpamitan untuk mencari tas anaknya. Disitu kami berpisah. 


Saya berharap suatu hari nanti dapat berdiskusi kembali.  

You Might Also Like

0 komentar

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)