Sumpit Kelas Amatiran

5:09:00 AM

6 April 2014 

Belajar memang menyenangkan ketika subjek apa yang kita pelajari atas kehendak kita, tapi ketika keadaan memaksa kita untuk belajar sesuatu yang bukan kehendak kita, disitulah kita benar-benar belajar.

Ini pengalaman pertama saya merasakan dimsum, Saya akui, saya dangkal di bidang kuliner oriental apalagi cara makannya. Pernah sesekali ketika saya makan di suatu resto yang menyajikan menunya dengan sumpit, saya memilih untuk tidak menggunakannya, saya malah minta sendok/garpu ke mbak-mas pramusajinya.
Dimsum mbledos tampak depan

Ini dia yang namanya, DIMSUM!
Ehm, tapi semalam keadaan benar-benar membuat saya berubah. Awalnya saya tidak tahu menahu tentang dimsum apalagi cara makannya, cupu banget kan?! Sekadar kalian tahu, dimsum itu salah satu jenis makanan dari China yang diolah dengan kukus (uap) dan disajikan di atas tempat bambu dengan cara makan menggunakan sumpit (saya rasa tidak ada hukum tertulis yang mewajibkan penggunaan sumpit). Untuk isi, ya macem-macemlah, dari susi sampai siomay yang isinya udang masih amis. Sst, jujur saya juga tidak begitu tahu-menahu jenis dan menyebutnya dengan nama apa ketika melakukan pemesanan. Pemesanan sudah diambil alih oleh teman saya yang expert di bidang kuliner. Dia dengan jago menyebutkan nama-nama dimsum ketika order. Bla bla bla, entahlah dia menyebutkan apa saja, saya juga kurang memperhatikan. Saya lebih memperhatikan konsep tempat makannya. Oiya, hampir lupa nih! Ini setting tempatnya ada di dimsum mbledos Surabaya (tepatnya di daerah mulyorejo, dekat dengan kampus C Unair), restonya ada dipinggir jalan. Dimsum mbledos di dominasi oleh warna merah-merah yang biasa kita lihat ketika ‘Gong Xi Fa Cai’. Tak lupa dengan ornamen khasnya, lampion. Untuk orang yang lalu-lalang di jalan raya sana yang tak sempat membaca bahwa disana ada Dimsum, setidaknya meninggalkan kesan bahwa disana ada chinese resto.



Kaget yang saya rasakan ketika perlatan makan beserta dimsum diantar ke meja kami. ‘Duh, mati deh ini nggak ada sendok’ saya berbicara dalam hati. Ada niatan untuk meminta sendok/garpu ke pramusaji tapi kedua teman saya malah sudah asik bermesraan dengan sumpitnya masing-masing, mengambil dimsum yang berada di wadah bambu. Berasa ada yang meneriaki ‘Ganbatte’ saya berusaha keras untuk belajar menggunakan sumpit. Alhasil teman saya agak heran melihat tangan saya yang amat kaku dengan sumpit. Lalu, saya diberi arahan bagaimana cara menggunakan sumpit, eh masih saja saya tidak bisa. Kala itu saya sempat ingin meminta sendok saja (baca: menyerah terhadap keadaan), ingin sekali meminta sendok tapi rasanya seperti menanyakan sendok di McD*nald, masak iya sih saya harus terus menghindar. Saya berkata ‘tidak’ ketika teman saya ingin memintakan sendok/garpu ke pramusaji, saya ingin belajar. Teman saya melanjutkan menikmati dimsumnya, saya melanjutkan proses belajar.

Akhirnya dengan beberapa kali kegagalan, dimsum itu tidak loncat-loncat lagi ketika saya menyumpitnya. saya bisa menggunakan sumpit! Tepuk tangan dari semua pengunjung dimsum mbeldos *hiperbola* 
*nyum*nyum* ahh saya akhirnya makan juga, ada perasaan lega, ada perasaan bangga.  Ternyata asik juga menggunakan sumpit. Alat makan satu ini mengajarkan saya ‘jangan mudah menyerah’.
ekspresi atas kemenangan melawan sumpit
Saya benar-benar awam tentang chinese-food, tidak pernah tahu-menahu bagaimana cara makan dimsum sebelumnya. Jikalau saya tahu, mungkin saya akan belajar terlebih dahulu di rumah. Tapi saya belajar tentang bagaimana menjadi orang yang apa adanya. Berawal dari ajakan teman saya untuk merasakan Dim-Sum saat ini saya bisa menggunakan sumpit meskipun masih berada pada level Rookie atau amatiran. Saya akan selalu ingat teman-teman menjadi tutor malam itu, hehe.


You Might Also Like

1 komentar

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)