Sudah lama saya memimpikan perjalanan ke suku Baduy, sekitaran pertengahan 2016. Untuk detail bagaimana saya kesana, naik apa, dan lain lain masih terkesan abu-abu. Yang penting akhir januari 2017 saya pergi, hehe.

Memasuki awal januari 2017 saya masih tidak tau bagaimana untuk mencapai suku Baduy, hingga pada suatu waktu saya menemukan jasa opentrip. Dan tanggalnya pun pas dengan perkiraan saya, akhir Januari. Tanpa babibubebo saya transfer uang muka untuk pesan tempat.

Dasarnya saya malas untuk riset tentang destinasi, akhirnya pada perjalanan kali ini perangai buruk itu membuat saya menyesal. Hm, boleh saya koreksi ? saya sebenarnya tidak malas untuk riset tentang destinasi, tapi saya malas browsing. Dengan pegangan buku cetakan KPG karya Erwinatu berjudul ‘Saba Baduy’, saya merasa aman untuk terus lanjut melakukan perjalanan menuju Baduy.

H-1 keberangkatan saya mengetik ‘suku Baduy’ di kolom pencarian google. Dan penyesalan itu mulai muncul saat saya menemukan informasi krusial. Ternyata suku Baduy pada waktu yang sama dengan kunjungan saya, mereka sedang melaksankan Kawalu. Ritus selama 3 bulan, Baduy Dalam dilarang dikunjungi oleh orang luar. Saya sudah memegang tiket pulang pergi, perbekalan sudah hampir siap, dan untuk biaya opentrip pun sudah saya lunasi. Mau gagal berangkat juga rasanya sayang sekali dengan mimpi yang saya jaga selama sekitaran 6 bulan terakhir.

Pikir saya, yang terpenting saya bertemu dengan kawan-kawan baru disana. Melihat tempat-tempat baru. Seperti kata The Smiths, “...I want to see people and I want to see life”. Saya pun tetap berangkat meski sedikit kecewa (dengan diri sendiri, tentunya). 

And this is it,

Ternyata memang benar, saya setuju bahwa di jaman seperti ini buku saja tidak cukup. Bila hendak berpergian menuju baduy, kalian cari saja namanya Mulyono. Ia merupakan salah satu warga Baduy luar yang aktif di sosial media.