RIjal dan Resensi Film?

7:07:00 PM


Saat menonton film, pernahkah kamu merasa bahwa film itu benar-benar dibuat untukmu? Tentunya bukan iron man-the avengers atau sciene-fiction lainnya, yang jangkauannya sangat amat jauh dengan kehidupan sehari-hari kita.

Sejauh ini, buat kalian film seperti apa yang menarik? Masing-masing dari kita punya jawabannya sendiri. Namun saya berani bertaruh, genre drama romantis tetap punya ruang istimewa di hati setiap penonton seusia saya. Bukan berarti saya penikmat drama garis keras. Hanya saja kali ini saya ingin berbagi kisah, ada sebuah film yang berisi nilai-nilai kehidupan remaja.

Film yang baru saya tonton kemarin berjudul, The Perk of Being Wallflower. Rilis tahun 2012, saya baru menonton tiga tahun setelahnya. Cukup tidak update bukan?!


Perkenalkan tokoh utamanya bernama Charlie, seorang remaja yang baru saja memasuki dunia SMA-nya. Hal yang membuat saya tetap melanjutkan menonton adalah konsep berbicara dengan diri sendiri melalui surat yang ditulis Charlie. Ia begitu menantikan hari pertamanya di SMA. Namun apa yang terjadi benar-benar diluar pikirannya, Charlie tetap saja tidak memiliki teman, bahkan mantan teman SMP-nya tidak menggubris lambaian tangannya dari kejauhan. Sungguh ironi. Charlie bukan seorang anak yang dibuang karena bodoh dengan wawasan yang sempit, sepertinya Charlie tidak benar-benar memilki minat untuk menunjukkan diri. Terlihat pada saat ia mengikuti kelas Bahasa Inggris, saat Gurunya mengajukan pertanyaan trivia tentang dunia kepenulisan dan ‘box-office’. Teman-teman Charlie di kelas itu mencoba menjawab pertanyaan gurunya, tapi tidak dengan Charlie, Ia menulis jawaban kuis itu dengan menuliskannya di buku catatannya, Charlie menjawab dengan caranya sendiri. Momen ini sangat krusial dalam penggambaran karakter Charlie yang akan menjadi tokoh sentral dalam film nantinya, seorang introvet. Di kelas lainnya, Charlie bertemu seorang kakak kelas yang menamai dirinya ’Nothing’, di dalam kelas itu ‘Nothing’ berlagak sebagai senior yang coba menjadikan guru kelas itu sebagai bahan lelucon di depan kelas. Suatu ketika Charlie menonton pertandingan football di lapangan sekolahnya, ia tampak kebingungan mencari teman untuk sekadar duduk di sebelahnya. Lalu Charlie melihat Nothing’ berteriak-teriak dengan asiknya meskipun orang-orang disekitarnya tidak mengenalnya, ia mencoba untuk mendekati ‘Nothing’... ‘Hey Patrick’ panggil Charlie ke ‘Nothing’, yang dilakukan Charlie memanggil dengan nama aslinya tidak seperti orang kebanyakan yang memanggil Patrick dengan ‘Nothing’. Pada saat itulah momen krusial lainnya terjadi, Charlie memiliki seorang teman. Hal yang menarik pada saat itu juga, Patrick tidak begitu menghiraukan identitas Charlie, obrolan mengalir begitu saja, sampai Sam (Emma Watson) datang untuk bergabung duduk diantara mereka berdua. Ternyata pertemuan Charlie-Patrick-Sam membawa banyak kisah masa lalu dan masa selanjutnya. Pertemanan mereka juga mengenal pasang-surut, tidak dipenuhi omong kosong. Tiga tokoh ini yang memberi banyak gejolak emosi sampai akhir film. Diiringi lagu-lagu yang hidup, momen yang telah hidup menjadi semakin sulit terlupakan.
Banyak momen yang akan mampu membuat penonton terlempar pada hiruk piruk sekaligus haru biru dunia SMA. Pertemanan, party ala anak muda barat, ciuman pertama, seks, dan cinta. 

Jika ada pertanyaan muncul, misi apa yang terdapat pada film tersebut. Maka saya bisa menjawabnya, evolusi keadaan jiwa seeorang introvet (Charlie) terjadi pada saat SMA. Saya bisa katakan film ini berhasil membawakan potongan-potongan dunia SMA. Dan saya bisa pastikan juga The perk of being wallflower bukan film remaja murahan penuh omong kosong. Rasanya tidak akan rugi untuk meluangkan waktu satu jam empat puluh menit untuk duduk dan menonton film ini.

lewat film itu Stephen Chbosky berbisik “...we are infinite..”

(***)

Saya hanyalah penikmat film kemarin sore..saya berani mendeklarasikan itu karena, ketika ada yang mencoba mengetes saya dengan menyebutkan judul sebuah film kemudian setelah itu saya diminta untuk menyebutkan nama pemeran di dalamnya atau sutradara di balik film itu, saya tidak akan mampu menjawabnya dengan baik dan benar. Mungkin ini salah satu alasan saya tidak memiliki keberanian untuk menuliskan sebuah ulasan film.

Ini kali pertama untuk saya menulis tentang film, dan mungkin untuk sementara waktu juga bisa jadi yang terakhir kalinya.


Hingga sampai pada bagian akhir, saya tidak peduli apakah tulisan saya kali ini spoiler atau resensi atau lainnya. Saya hanya ingin menulis, sesuatu yang tidak ingin saya lupakan di kemudian hari nanti.  

You Might Also Like

0 komentar

Pembaca yang baik pasti meninggalkan komentar yang baik dan membangun. Tinggalkan komentar, ya! :)